Jumat, 03 November 2023

Pantun Jenaka: Detektif Cinta

Siang yang terik hanya selalu membuatku berfikir pulang untuk menikmati seteguk es teh manis di depan kipas angin, tentu saja bagi anak sekolah menengah pertama sepertiku, namun disinilah aku hari ini dalam sebuah kisah bersama sahabatku. Namaku Aya, saat ini aku sedang menyelidiki kasus menarik bersama 2 sahabatku Selly dan Mei-mei. Kami menyelidiki seorang kakak kelas pemilik wajah yang persis dengan tetanggaku. Kemiripan wajah sesungguhnya hanyalah alibi, motif sebenarnya dari kasus ini adalah si Selly menyukai pria itu.  Oh iya, aku belum memperkenalkan seluruh peran dari anggota tim detektif ini. Tentu saja Aku sebagai ketua, Selly sebagai clien sekaligus juru tulis, dan Mei-mei sebagai pembantu detektif.  Sebut saja "Mawar" eh maksudnya "Marwan" Panggilan yang kami berikan karena sampai saat ini kamipun belum berhasil mengetahui nama target penyelidikan. Kami duduk di kelas tujuh dan target berada di kelas sembilan. Selly mulai menyukainya sejak hari pertama masuk setelah libur semester ganjil, waktu itu Marwan yang menjadi pemimpin upacara bendera. Marwan orang yang rapi, bersih, disiplin dan tentunya juara kelas. Kamipun berusaha mencuri waktu sekedar mendatangi kelasnya pada saat jam pelajaran hanya untuk melihat proses belajarnya, sungguh aneh tapi nyata. Menariknya dengan begitu kami dapat mengetahui satu fakta tentangnya, yang suka memainkan pulpen pada saat berfikir, terkadang sampai menggigiti ujung pulpen.

“Sepertinya sulit kalo kita penyelidikan cuma waktu sekolah, apalagi kitakan hanya curi waktu. Gak akan ada kemajuan kalo kita gak merubah strategi nihh”. Keluh Selly. “Iya bos, aku juga sepakat sama Selly, masa udah beberapa hari kita belum tau mendalam tentang marwan, bahkan namanya aja masih samaran”. Imbuh Mei-mei. “Yaudah, Gini aja, kita ngikut si Marwan pulang sekolah gmna ?. . . . .”. Jawabku pada mereka berdua.

 Dengan keyakinan dan kemantapan hati Detektif Cinta memutuskan untuk mempertajam penyelidikan, kami pun mengubah jalur pulang sekolah menuju rumah. Biasanya menggunakan angkutan umum, namun semenjak hari itu kami pulang dengan berjalan kaki mengikut dibelakang Marwan. Dia pulang melewati rute yang sama dengan anak-anak kebanyakan sehingga kehadiran kami tersamarkan. Aku, Selly dan tentu saja si heboh Meimei, tidak lengkap rasanya jika anak ini tak mengguncang penyelidikan ini dengan ide-ide anehnya.Tanpa banyak berfikir Aku dan Selly selalu kompak menolak ide-ide gilanya. Bagaimana tidak pernah sekali ia menawarkan diri untuk mengikuti hingga masuk ke gang rumah si target, tentu saja hal tersebut akan mengancam keamanan penyelidikan ini, mengingat tak ada satupun anak di gang itu bersekolah ditempat kami, sekalipun ada ia adalah laki-laki. Sementara penyelidikan dilakukan dengan mengenakan seragam lengkap SMP kami. Akhirnya dengan usaha yang maksimal kami mengetahui bahwa rumahnya terletak di salah satu gang yang sempit, berwarna hijau, berpagar nila, tepat dibelakang penjual plastik.

Dari informan terpercaya kami yaitu teman sebangkunya, Marwan akan melanjutkan pendidikannya di sekolah kedinasan karena dia bercita-cita menjadi polisi sama seperti pamannya. Kenyataannyaaaaaaaaaaaaaaa . . .

“apakah kalian bisa mendengar percakapan mereka?”. Kataku pada Mei-mei dan Selly. “Sabar dulu, makanya jangan banyak concing. Aku masih meresapi percakapan mereka”. Ucap Mei-mei sambil mengarahkan telinganya agak ke kanan tepat di sebelah Rendi, teman sebangku Marwan. Sambil sesekali kami terlihat seolah-oleh mempercakapkan sesuatu yang sangat serius. Seolah sedang berfikir padahal fokus menguping. Yah betul kami tidak melakukan wawancara ekslusif melainkan menguping hehe. Saat itu pula kami mengetahui nama target kami yaitu Irsan.

Memasuki bulan ketiga penyelidikan, kami harus berhenti ditengah jalan karena orang tua Selly dipindah tugaskan ke Kalimantan, mau tidak mau iapun harus ikut dengan keluarganya. Sedih menyelimuti kami, tahun ajaran baru detektif cinta sisa beranggotakan dua orang yaitu aku dan Mei-mei. Masih dalam bayangan saja sudah membuat kami sangat tidak bersemangat, bagaimana bisa kami melanjutkan penyelidikan ini tanpa formasi lengkap seperti biasanya (*jangan dibayangkan kalo susah). Pulang sekolah kami tidak lagi mengikuti Marwan, yah kami tetap saja menyebutnya menggunakan nama itu agar tidak diketahui oleh orang lain ketika kami membahasnya di kelas, di kantin, di jalan dan dimanapun. Menghabiskan waktu dan membuat kenangan indah bersama menjadi lebih penting saat ini.

“Andaikan kau datang Kembali, jawaban apa yang kan kuberi? Adakah cara yang kau temui untuk kita kembali lagii~~”. Saut kami bertiga menyanyikan lagu yang terdengar dari radio penjual minuman yang kami singgahi di jalan pulang. Masing-masing memegang bungkusan bubuk minuman sambil menunggu giliran untuk diblander. Syurrrrrrr,,, sebungkus Pip Ice sudah mengguyur rok Selly. Sontak saja Aku dan Mei-mei ngakak kocak gak ada obat hamper meninggal hmmm maksudnya terbahak, tidak selebay yang kalian fikirkan kok. “Tolongin dong, kalian jangan tertawa diatas penderitaan orang lain gitu ?” Selly merajuk. “Kamu juga ngapain sih ? kalo emang gak mau kan bisa kasi ke kami gak usah roknya juga yang minum haha”. Ledekku pada Selly. Penjual yang melayani kami pun melirik dan ikut menertawakan tragedi yang menimpa rok Selly. Kami melanjutkan perjanan pulang kami dengan rok Selly yang basah dengan air basuhan dan sudah berubah warna agak keputih-an terkena tumpahan bubuk pip ice.

Hari-hari berlalu dengan riang gembira, kami sadar harus membuat banyak kenangan indah bersama yang bisa kami kenang saat kami terpisah nanti. But time flies so fast, tiba hari perpisahan kami menangis tersedu-sedu, dengan pipi yang dipenuhi air mata Selly mengucapkan selamat tinggal kepada wali kelas dan seluruh teman kelas.

“Teman, aku bakal kangen banget saat-saat penyelidikan kita”. Ungkap Si heboh. Mei-mei datang dengan langkah yang terhentak, tersandung kaki kanannya sendiri. Buru-buru memeluk aku dan Selly. Apalah daya kami hanya seorang siswa, mungkin ini menjadi pengalaman bahagia untuk kami semua. Berusaha ikhlas dan melanjutkan kehidupan. Kamipun pulang tetap dengan berjalan kaki melawati rute yang biasanya kami lalui saat mengikuti Marwan. Tibalah tahun ajaran baru, tentu aku tidak mau datang terlambat lagi. Aku sudah kapok dijemur di matahari pagi. Suasana kelas ramai riuh seperti biasanya hanya saja tanpa kehadiran Selly.

“eh, itu Selly kan, aku gak salah liatkan atau cuma mirip aja ?”. Tanyaku pada Mei-mei. Dari arah tangga terlihat sebuah kaki jenjang ditutupi rok dengan wajah menahan malu, Selly menuruni tangga. Ternyata Dia tidak jadi pindah, dia akan menyusul orang tuanya setelah lulus nanti. Karena orang tuanya tidak mau mengganggu studinya.

Seiring waktu berjalan Marwan telah lulus dari sekolah kami tanpa penyelidikan yang tuntas karena teralihkan dengan kepindahan Selly, kini penyelidikan berlanjut kepada target berikutnya yaitu kakak kelas dengan kepala besar yang jalannya tidak seimbang. Kami selalu penasaran apakah penyebab jalannya yang tidak seimbang adalah kepala besarnya?

Tamat. 

Share:

0 comments:

Posting Komentar