Siang yang terik hanya selalu membuatku
berfikir pulang untuk menikmati seteguk es teh manis di depan kipas angin,
tentu saja bagi anak sekolah menengah pertama sepertiku, namun disinilah aku
hari ini dalam sebuah kisah bersama sahabatku. Namaku Aya, saat ini aku sedang
menyelidiki kasus menarik bersama 2 sahabatku Selly dan Mei-mei. Kami
menyelidiki seorang kakak kelas pemilik wajah yang persis dengan tetanggaku.
Kemiripan wajah sesungguhnya hanyalah alibi, motif sebenarnya dari kasus ini
adalah si Selly menyukai pria itu. Oh
iya, aku belum memperkenalkan seluruh peran dari anggota tim detektif ini.
Tentu saja Aku sebagai ketua, Selly sebagai clien sekaligus juru tulis, dan
Mei-mei sebagai pembantu detektif. Sebut
saja "Mawar" eh maksudnya "Marwan" Panggilan yang kami
berikan karena sampai saat ini kamipun belum berhasil mengetahui nama target
penyelidikan. Kami duduk di kelas tujuh dan target berada di kelas sembilan.
Selly mulai menyukainya sejak hari pertama masuk setelah libur semester ganjil,
waktu itu Marwan yang menjadi pemimpin upacara bendera. Marwan orang yang rapi,
bersih, disiplin dan tentunya juara kelas. Kamipun berusaha mencuri waktu
sekedar mendatangi kelasnya pada saat jam pelajaran hanya untuk melihat proses
belajarnya, sungguh aneh tapi nyata. Menariknya dengan begitu kami dapat
mengetahui satu fakta tentangnya, yang suka memainkan pulpen pada saat
berfikir, terkadang sampai menggigiti ujung pulpen.
“Sepertinya sulit kalo kita penyelidikan
cuma waktu sekolah, apalagi kitakan hanya curi waktu. Gak akan ada kemajuan
kalo kita gak merubah strategi nihh”. Keluh Selly. “Iya bos, aku juga sepakat
sama Selly, masa udah beberapa hari kita belum tau mendalam tentang marwan,
bahkan namanya aja masih samaran”. Imbuh Mei-mei. “Yaudah, Gini aja, kita
ngikut si Marwan pulang sekolah gmna ?. . . . .”. Jawabku pada mereka berdua.
Dengan
keyakinan dan kemantapan hati Detektif Cinta memutuskan untuk mempertajam
penyelidikan, kami pun mengubah jalur pulang sekolah menuju rumah. Biasanya
menggunakan angkutan umum, namun semenjak hari itu kami pulang dengan berjalan
kaki mengikut dibelakang Marwan. Dia pulang melewati rute yang sama dengan
anak-anak kebanyakan sehingga kehadiran kami tersamarkan. Aku, Selly dan tentu
saja si heboh Meimei, tidak lengkap rasanya jika anak ini tak mengguncang
penyelidikan ini dengan ide-ide anehnya.Tanpa banyak berfikir Aku dan Selly
selalu kompak menolak ide-ide gilanya. Bagaimana tidak pernah sekali ia
menawarkan diri untuk mengikuti hingga masuk ke gang rumah si target, tentu
saja hal tersebut akan mengancam keamanan penyelidikan ini, mengingat tak ada
satupun anak di gang itu bersekolah ditempat kami, sekalipun ada ia adalah
laki-laki. Sementara penyelidikan dilakukan dengan mengenakan seragam lengkap
SMP kami. Akhirnya dengan usaha yang maksimal kami mengetahui bahwa rumahnya
terletak di salah satu gang yang sempit, berwarna hijau, berpagar nila, tepat
dibelakang penjual plastik.
Dari informan terpercaya kami yaitu teman
sebangkunya, Marwan akan melanjutkan pendidikannya di sekolah kedinasan karena
dia bercita-cita menjadi polisi sama seperti pamannya.
Kenyataannyaaaaaaaaaaaaaaa . . .
“apakah kalian bisa mendengar percakapan mereka?”.
Kataku pada Mei-mei dan Selly. “Sabar dulu, makanya jangan banyak concing. Aku
masih meresapi percakapan mereka”. Ucap Mei-mei sambil mengarahkan telinganya agak ke kanan tepat di sebelah Rendi, teman sebangku Marwan. Sambil sesekali kami
terlihat seolah-oleh mempercakapkan sesuatu yang sangat serius. Seolah sedang
berfikir padahal fokus menguping. Yah betul kami tidak melakukan wawancara
ekslusif melainkan menguping hehe. Saat itu pula kami mengetahui nama target
kami yaitu Irsan.
Memasuki bulan ketiga penyelidikan, kami
harus berhenti ditengah jalan karena orang tua Selly dipindah tugaskan ke
Kalimantan, mau tidak mau iapun harus ikut dengan keluarganya. Sedih
menyelimuti kami, tahun ajaran baru detektif cinta sisa beranggotakan dua orang
yaitu aku dan Mei-mei. Masih dalam bayangan saja sudah membuat kami sangat
tidak bersemangat, bagaimana bisa kami melanjutkan penyelidikan ini tanpa
formasi lengkap seperti biasanya (*jangan dibayangkan kalo susah). Pulang
sekolah kami tidak lagi mengikuti Marwan, yah kami tetap saja menyebutnya
menggunakan nama itu agar tidak diketahui oleh orang lain ketika kami
membahasnya di kelas, di kantin, di jalan dan dimanapun. Menghabiskan waktu dan
membuat kenangan indah bersama menjadi lebih penting saat ini.
“Andaikan kau datang Kembali, jawaban apa
yang kan kuberi? Adakah cara yang kau temui untuk kita kembali lagii~~”. Saut
kami bertiga menyanyikan lagu yang terdengar dari radio penjual minuman yang
kami singgahi di jalan pulang. Masing-masing memegang bungkusan bubuk minuman
sambil menunggu giliran untuk diblander. Syurrrrrrr,,, sebungkus Pip Ice sudah mengguyur
rok Selly. Sontak saja Aku dan Mei-mei ngakak kocak gak ada obat hamper
meninggal hmmm maksudnya terbahak, tidak selebay yang kalian fikirkan kok. “Tolongin
dong, kalian jangan tertawa diatas penderitaan orang lain gitu ?” Selly
merajuk. “Kamu juga ngapain sih ? kalo emang gak mau kan bisa kasi ke kami gak
usah roknya juga yang minum haha”. Ledekku pada Selly. Penjual yang melayani
kami pun melirik dan ikut menertawakan tragedi yang menimpa rok Selly. Kami
melanjutkan perjanan pulang kami dengan rok Selly yang basah dengan air basuhan
dan sudah berubah warna agak keputih-an terkena tumpahan bubuk pip ice.
Hari-hari berlalu dengan riang gembira,
kami sadar harus membuat banyak kenangan indah bersama yang bisa kami kenang
saat kami terpisah nanti. But time flies so fast, tiba hari perpisahan kami menangis
tersedu-sedu, dengan pipi yang dipenuhi air mata Selly mengucapkan selamat
tinggal kepada wali kelas dan seluruh teman kelas.
“Teman, aku bakal kangen banget saat-saat
penyelidikan kita”. Ungkap Si heboh. Mei-mei datang dengan langkah yang
terhentak, tersandung kaki kanannya sendiri. Buru-buru memeluk aku dan Selly.
Apalah daya kami hanya seorang siswa, mungkin ini menjadi pengalaman bahagia
untuk kami semua. Berusaha ikhlas dan melanjutkan kehidupan. Kamipun pulang
tetap dengan berjalan kaki melawati rute yang biasanya kami lalui saat
mengikuti Marwan. Tibalah tahun ajaran baru, tentu aku tidak mau datang
terlambat lagi. Aku sudah kapok dijemur di matahari pagi. Suasana kelas ramai
riuh seperti biasanya hanya saja tanpa kehadiran Selly.
“eh, itu Selly kan, aku gak salah liatkan
atau cuma mirip aja ?”. Tanyaku pada Mei-mei. Dari arah tangga terlihat sebuah
kaki jenjang ditutupi rok dengan wajah menahan malu, Selly menuruni tangga. Ternyata
Dia tidak jadi pindah, dia akan menyusul orang tuanya setelah lulus nanti.
Karena orang tuanya tidak mau mengganggu studinya.
Seiring waktu berjalan Marwan telah lulus
dari sekolah kami tanpa penyelidikan yang tuntas karena teralihkan dengan
kepindahan Selly, kini penyelidikan berlanjut kepada target berikutnya yaitu
kakak kelas dengan kepala besar yang jalannya tidak seimbang. Kami selalu
penasaran apakah penyebab jalannya yang tidak seimbang adalah kepala besarnya?
Tamat.